MAKALAH
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
BMK
Dosen Pengampu mata kuliah :
Khotimah Suryani, M.Pd.I
Di
susun oleh :
1.
Lu’luul Mufarikhah
2.
M. Thohir Affandi
3.
Zuhrotus Sholihah
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM (UNISDA) LAMONGAN
April, 2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi rabbil’alamin puji syukur
dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala taufiq, hidayah serta inayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MARFU’ATUL ASMA’ (Faa’il dan Naibul Faa’il)” ini, guna memenuhi tugas mata kuliah BMK.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan pada
revolusioner dunia, junjungan kita baginda Nabi besar Muhammad SAW dan keluarga
serta para sahabat-sahabat beliau yang telah memberikan kita petunjuk dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yang berupa Addinul Islam.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khotimah Suryani, M.Pd.I
selaku dosen pengampu mata kuliah BMK yang telah membimbing dan mengarahkan
kami, dan kepada semua pihak atas terselesaikannya makalah ini.
Makalah
ini masih belum sempurnah. Untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
dengan harapan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua. Amiin.
Lamongan,
25 Februari 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Isim-isim yang dibaca rafa’
merupakan salah satu pembahasan dalam Nahwu yang sangat penting. Dalam
pembahasan kitab Nahwu istilah ini dikenal dengan Marfu’atul Asma’.
Kalimat isim
yang dibaca rofa’ mempunyai bagian masing-masing yang jumlahnya ada tujuh, yaitu
: Faa’il, Naibul Faa’il, Mubtada,
Khobar, Isimnya كان , Khobarnya ان , isim-isim yang
mengikuti kepada lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz
yang di Athafkan, taukid atau badal). Tetapi perlu penulis tegaskan, bahwa
disini penulis hanya akan sedikit memaparkan pembagian Marfu’atul Asma’ yang
Faa’il dan Naibul Faa’il saja.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
pengertian dan macam-macam Marfu’atul Asma’ ?
2.
Bagaimana
pengertian Faa’il ?
3.
Bagaimana
pengertian Naibul Faa’il ?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui
pengertian dan macam-macam Marfu’atul Asma’.
2.
Mengetahui
pengertian Faa’il.
3.
Mengetahui
pengertian Naibul Faa’il.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MARFU’ATUL ASMA’
مرفوع
الاسماءسبعة ناءتي بها ● معلومة الاسماء
من تبويبها
“Isim-isim yang dibaca
rafa’ itu ada tujuh yang akan diketahui pada bab-babnya”
فالفاعل
اسم مطلقا قدارتفع ● بفعله والفعل قبله
وقع
“Faa’il adalah isim yang
dirofa’kan oleh fi’ilnya secara mutlak. Sedangkan fi’il itu berada sebelumnya faa’il
”
Keterangan :
Isim-isim yang dibaca rafa’ itu ada tujuh macam, yaitu : Faa’il,
Naibul Faa’il, Mubtada, Khobar, Isimnya كان
, Khobarnya ان , isim-isim yang mengikuti kepada
lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz yang di Athafkan,
taukid atau badal). Seperti yang sudah penulis jelaskan pada bab latar
belakang, bahwa disini penulis hanya akan sedikit menjelaskan mengenai Faa’il
dan Naibul Faa’il saja.
B. FAA’IL
Bagian pertama dari isim yang dibaca rofa’ adalah faa’il. Faa’il
menurut lughot memiliki arti : من اوجد الفعل yang artinya “Orang yang mewujudkan
perbuatan”. Sedangkan faa’il menurut istilah ialah : المرفوع المذكور قبله فعله اوما هو في تاءويل
الفعل الاسم yang artinya “Isim yang dirofa’kan oleh fi’il yang
disebutkan sebelumnya atau oleh lafadh yang searti dengan fi’il ”.[1]
Faa’il disini bisa berupa isim shorih dan isim muawwal, yang penjelasannya
sebagai berikut :
1.
Isim
shorih, yaitu isim yang jelas sifat ke isimannya. Contoh : ضرب زيد .
2.
Isim
muawwal, yaitu isim yang masih dibutuhkan pena’wilan atas sifat ke-isimannya.
Seperti susunanمصدريه ان beserta
fi’il yang dimasukinya atau ان beserta isim dan khobarnya. Contoh : ان يضرب زيدعجبنيا
maksudnya اعجبني ضرب زيد . [2]
maksudnya اعجبني ضرب زيد . [2]
● ‘Aamil yang merofa’kan faa’il disini bisa berupa :
1.
Fi’il,
seperti contoh diatas.
2.
Isim
fa’il, seperti contoh : شراب مختلف الوانه فيه شفاء
للناس yang artinya : “Minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia”. Lafadz الوانه merupakan
faa’il yang dirofa’kan oleh isim faa’il, yaitu lafadz مختلف rofa’nya ditandai dengan dhommah.
3.
Isim
sifat musyabbihat, seperti contoh : وجهه حسن yang berarti “Tampan wajahnya”. Lafadz وجههmerupakan
faa’il yang dirofa’kan oleh isim sifat musyabbihat yaitu lafadz : حسن, rofa’nya ditandai dengan dhommah.
4.
Mashdar,
seperti contoh : ولولا دفع الله بعضهم ببعض لفسد
الارض (البقره :251 ) yang artinya “Seandainya
Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang
lain, pasti rusaklah bumi ini”. Lafadz الله merupakan faa’il yang mahallnya dirofa’kan oleh
mashdar, yaitu lafadz : دفع.
5.
Isim
fi’il, seperti contoh : هيهات العقيق yang artinya “Jauh sekali jurang ‘Aqiiq itu”.
Lafadz العقيق merupakan faa’il yang
dirofa’kan oleh isim fi’il, yaitu lafadz : هيهات
yang rofa’nya ditandai dengan dhommah.
6.
Amtsilah
al-mubaalaghoh, seperti contoh : زيداضراب yang artinya “Adakah Zaed banyak memukul ? ”. lafadz زيد merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh
amtsilah al-mubaalaghoh yaitu lafadz ضراب , rofa’nya ditandai dengan dhommah.
7.
Isim
tafdliil, seperti contoh : رايت رجلا احسن في
عينه الكحل منه في عين زيد ما yang
artinya “Aku belum pernah melihat seorang lalaki pun yang celak matanya
lebih indah dari pada yang terdapat pada mata Zaed”. Lafadz الكحل merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh isim tafdliil,
yaitu lafadz احسن, rofa’nya ditandai
dengan dhommah.
8.
Adh-Dhorf,
seperti contoh : ( عنده علم الكتاب
(الرعد : 43ومن yang artinya “Dan antara orang yang
mempunyai ilmu al-Kitab”. Lafadz علم merupakan
faa’il yang dirofa’kan oleh adh-Dhorf, yaitu lafadz عنده, rofa’nya ditandai dengan dhommah.
9.
Jarr
majruur, seperti contoh : افي الله شك yang artinya “Apakah
ada keragu-raguan terhadap Allah ?”. lafadz شك
merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh jarr majruur, yaitu lafadz في الله ,rofa’nya ditandai dengan Dhommah.
● Sementara itu faa’il itu dilihat dari keadaan rofa’nya terbagi
menjadi tiga macam:
1.
Rofa’
secara lafdhon (nampak tanpa ucapan). Seperti contoh : قال الله . lafadz الله dibaca rafa’ sebagai faa’il, ‘aamil yang merofa’kan
ialah fi’il maadhi قال. rofa’nya ditandai
dengan dhommah yang nampak dalam ucapan.
2.
Rofa’
secara taqdiiron (dikira-kirakan). Seperti contoh : الفتي جاء .
lafadz الفتي dibaca rafa’ sebagai faa’il, ‘aamil yang
merofa’kan ialah fi’il madhi جاء, rofa’nya ditandai dengan dhommah yang dikira-kirakan. Sebab
alif yang menjadi akhiran tidak bisa menerima harakat.
·
Rofa’
secara mahallan. Seperti contoh : ( الذي عنده علم من الكتاب (النمل :40قال .
yang artinya “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kuttab”.
Lafadz الذي disini merupakan
faa’il yang dirofa’kan oleh fi’il madhi قال, pada contoh ini yang dirofa’kan adalah mahallnya, bukan
lafadznya. Karena lafadz الذي
ini merupakan isim maushul yang mabni (tidak menerima perubahan i’rob). [3]
● Fi’il Yang Disandarkan Kepada Fa’il
وَوَاجِبٌ فى الفِعلِ
اَن يُجَردَا ● اِذَا لِجَمعِ أَو مُثَنى أُسنِدَا
“Fi’il itu wajib
disepikan (dari tanda tasniyah dan jama’), apabila disandarkan pada jama’ dan
mutsanna”,
كَجَاء
زيدٌ ويَجِى أخُونَا ● َ فَقُل أَتَى الزَيدَانِ والزيدُون
“Maka katakanlah
أتى الزيدان والزيدون sebagaimana engkau mengucapkan
:
“ ويجى أخونا جاءزيد
Keterangan
:
Fi’il itu ketika disandarkan kepada Faa’il mufrod, maka harus tanda
tasniyah maupun jama’, seperti contoh : أتى زيدٌ (telah datang Zaid), أَتَت فاطمة (telah datang Fatimah).
Demikian pula ketika
disandarkan kepada Faa’il Jama’ atau Mutsanna, maka wajib disepikan dari tanda
jama’ atau tatsniyyah, seperti contoh : أتى الزيدان
(Telah datang dua
zaid). Tidak boleh dipasang tanda tatsniyyah , semisal diucapkan أتيَا الزيدَانِ , أتى
الزيدون (Telah datang beberapa Zaid), tidak boleh
dipasang tanda jama’, semisal diucapkan أتوا
الزيدون ,
أتيت الفاطمتان (Telah datang dua Fatimah), tidak boleh
dipasang tanda tatsniyyah , semisal diucapkan أتيتا
الفاطمتان . أتت الفاطمات (Telah datang beberapa Fatimah), tidak boleh
dipasang tanda jama’, semisal diucapkan أتين
الفاطمات , يأتى الزيدان (Akan datang dua Zaid), tidak boleh dipasang
tanda tatsniyyah, semisal diucapkan يأتيان الزيدان , يأتى الزيدون (Akan datang beberapa Zaid), tidak boleh dipasang
tanda jama’, semisal diucapkan يأتون الزيدون , تأتى الفاطمتان (Akan datang dua Fatimah), tidak boleh dipasang
tanda tatsniyyah, semisal diucapkan تأتيان
الفاطمتان , تاتى الفاطمات (Akan datang beberapa Fatimah), tidak boleh
dipadang tanda jama’, semisal diucapkan يَأتِيَنِ
الفاطمات .
● Fa’il Isim Dhohir Dan Fa’il Isim Dlomir
وَقَسمُوهُ ظَاهِرًا وَمُضمَرٌا
● فَالظَاهِرُ اللفظ الذى قَد ذُكِرَا
“Para ulama membagi Faa’il menjadi : Faa’il isim dhohir dan Faa’il isim
dlomir . Faa’il isim dhohir adalah Faa’il yang lafadznya di tuturkan”.
والمضمرُ اثنَا عَشَرَ نوعًا قِسمًا ● كَقُمتُ
قُمنَاقُمتَ قمتِ قمتُمَا
“Faa’il isim dlomir
itu ada dua belas macam, seperti : قمتما , قمت
, قمت ,قمنا , قمت
قُمتُن
قُمتُم قَامَ فَامَت قَامَا ● قَامُوا وَقُمنَ نحوُ صُمتُم عَامًا
قمن , قاموا, قاما , قامت , قام
,قمتم, قمتمن dan seperti lafadh : صمتم عمام
وَهذه
ضَمَائِرٌ مُنصِلَة ● وَمِثلُهَا الضَامَائِر المُنفَصِلَة
“Ini adalah
contoh-contoh dari dlomir muttashil. Adapun dhomir munfashil itu menyamai
dlomir muttasil (ada 12 macam )”
كَالَم يَقُم اِلا اَناَ وَاَنتُم
● وَغير ذَينِ بِلقِياَس يُعلمُ
“Seperti contoh :
لم يقم الا انا وانتم, sedangkan untuk selain contoh diatas
tinggal meng-qiyaskan ( menyamakan)”.
Keterangan :
Fa’il dilihat dari
wujudnya terbagi menjadi dua macam :
1.
Fa’il isim dhohir
Faa’il isim dhohir adalah faa’il yang disebutkan secara langsung
dalam ucapan, seperti contoh : جاء زيد ( Telah
datang Zaid ). Lafadh : زيد
di sini merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk mufrod mudzakkar ( kata
tunggal laki-laki ). جاءت هند (
Telah datang Hindun ). Lafadh : هند merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk
mufrod muannas ( kata tunggal perempuan ). جاء
الزيدان (
Telah datang dua Zaid ). Lafadh : الزيدان
di sini merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk Mutsanna Mudzakkar ( dua
orang laki-laki ). جاءت الهندان ( Telah
datang dua Hindun ). Lafadz : الهندان
di sini merupaka faa’il isim dhohir dalam bentuk mutsanna muannas ( dua orang
perempuan ), جاء المسلمون ( Telah datang orang-orang islam ).
Lafadz : المسلمون di sini Merupakan faa’il isim dhohir dalam
bentuk jama’ mudzakkar salim ( Beberapa laki-laki ), جاءت الهندات ( Telah datang beberapa Hindun ). Lafadz
: الهندات di sini
Merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ muannas ( beberapa orang
perempuan), جاء الرجال ( Telah datang beberapa
laki-laki ). Lafadz : الرجال di sini
Merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ taksir mudzakkar ( beberapa
orang Laki-laki ). جاءت الهنود ( Telah datang beberapa
Hindun ). Lafadz : الهنود di sini merupakan fa’il isim dhohir dalam
bentuk jama’ taksir muannas ( beberapa Hindun ).
Menurut lughot
qolilah ( bahasa yang jarang dipakai ),
ketika suatu fi’il disandarkan kepada isim mutsanna atau jama’, maka wajib
dipasang tanda tatsniyyah atau jama’ , seperti contoh : نصروك قومي ( kaumku telah menolongmu). Lafadz : نصر dipasang tanda jama’ (wawu), karna
disandarkan pada faa’il jama’, yaitu lafadz قومي . يتعاقبون فيكم ملا ئكة بالليل “para malaikat bergiliran mendatangimu di
malam hari”. Lafadz : يتعاقبون di pasang tanda jama’ (wawu) , karna
disandarkan pada faa’il jama’ , yaitu lafadz : ملا
ئكة .
2.
Fa’il Isim Dlomir
Pengertian faa’il
isim dlomir di sini ialah : ما كني عن الظاهر
اختصارا “sesuatu
yang digunakan untuk menyamarkan isim dhohir dengan tujuan meringkas”.
Semisal : زيد ذهب
di dalamnya tersimpan
dlomir mustatir : هو yang menggantikan lafadz : زيد
, sebab asalnya ialah : زيد ذهب زيد
.
Fa’il isim
dlomir itu terbagi menjadi dua macam :
1.
Dlomir muttashil, Seperti contoh :
قام (Berdiri dia satu orang
laki-laki). Fa’ilnya ialah dlomir : هو yang
dikira-kirakan.
قاما (Berdiri mereka dua orang laki-laki) .
Fa’ilnya adalah Dlomir Alif.
قاموا (Berdiri mereka para laki-laki) . Fa’ilnya
adalah Dlomir Wawu.
قامت (Berdiri dia satu orang
perempuan) . Fa’ilnya adalah dlomir : هي
yang di kira-kirakan.
قامتا (Berdiri mereka dua
orang perempuan). Fa’ilnya adalah Dlomir Alif
قمن (berdiri mereka para perempuan) fa’ilnya adalah dlomir nun.
قمت ( Berdiri kamu satu orang
laki-laki) Fa’ilnya adalah Dlomir Ta’.
قمتما ( Berdiri kalian dua orang laki-laki ) . Fa’ilnya adalah
dlomir Ta’.
قمتم (Berdiri kalian para laki-laki ) . Fa’ilnya adalah
dlomir ta’.
قمت
(Berdiri kamu satu orang perempuan ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.
قمتما ( Berdiri kalian dua orang perempuan ) . Fa’ilnya adalah
dlomir ta’.
قمتن ( Berdiri kalian para
perempuan ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.
قمت ( Berdiri Aku/Saya ) .
Fa’ilnya adalah dlomir ta’.
قمنا ( Berdiri kita/kami ) . Fa’ilnya adalah
dlomir نا .
2.
Dlomir Munfasil
Macamnya
juga ada dua belas, sebagaimana dlomir muttasil, seperti contoh :
لم يقم الا هو ( Tidak ada yang berdiri kecuali dia satu
orang laki-laki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هو.
لم بقم الا هما ( Tidak ada yang berdiri
kecuali mereka dua orang laki-laki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir
: هما.
لم يقم الا هم ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka
para lelaki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هم.
لم يقم الا هي ( Tidak ada yang berdiri kecuali dia satu orang perempuan ). Yang
menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هي.
لم يقم الا هما ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka dua
orang perempuan). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هما.
لم يقم الا هن ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka para perempuan
). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هن.
لم يقم الا انت (tidak ada yang berdiri kecuali kamu satu orang laki-laki). Yang
menjadi faa’il disini adalah dlomir انت.
لم يقم الا انتما (tidak
ada yang berdiri kecuali kamu dua orang laki-laki). Yang menjadi faa’il disini
adalah dlomir انتما.
لم يقم الا انتم (tidak ada yang berdiri kecuali kamu para lelaki). Yang menjadi
Faa’il disini adalah dlomir انتم.
لم يقم الا انت (tidak ada yang berdiri kecuali kamu satu orang perempuan). Yang
menjadi Faa’il disini adalah dlomir انت.
لم يقم الا انتما (tidak ada yang berdiri kecuali kamu dua orang perempuan). Yang
menjadi Faa’il disini adalah dlomir انتما.
لم يقم الا انتن (tidak ada yang berdiri kecuali kamu para
perempuan). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir انتن.
لم يقم الا انا (tidak ada yang berdiri kecuali aku/saya). Yang menjadi Faa’il
disini adalah dlomir انا.
لم يقم الا نحن (tidak
ada yang berdiri kecuali kita/kami). Yang menjadi Faa’il disini adalah
dlomir نحن.[4]
A.
NAIBUL FA’IL
اَقِم
مُقاَمَ الفاَعِلِ الٌذِي حُذِف ● مَفعُولَهُ فِي كُل ماَلَهُ عُرِفْ
“Tempatkanlah maf’ul
bih menggantikan kedudukan faa’il yang dibuang, dalam semua hukum yang dimiliki
faa’il”.
اَومَصدَرًا
اَوظَرفاً اَو مَجرُورًا ● اِن َلم تَجِد مَفعُولَه ُاَلمَذكُوَرا
“..atau masdar, dhorof, atau jer majrur, apabila engkau tidak
menjumpai maf’ul bihnya”.
Keterangan :
Faa’il itu sering kali dibuang untuk alasan-alasan tertentu, antara
lain:
1.
Karena
sudah dianggap ma’lum ,seperti contoh: وَخُلِقَ الاِ
نسَانُ ضَعِيفًا “Dan manusia dijadikan bersifat lemah”. Asalnya ialah وخلق الله الانسان ضعيفا “Allah
menjadikan manusia bersifat lemah”. Lafadz الله dibuang karena sudah dianggap maklum, lalu
lafadz الانسان menggantikan
kedudukannya (menjadi naibul faail).
2.
Karena
tidak diketahui, seperti contoh: سُرِقَ البَيتُ “Rumah itu dicuri”. Oleh karena tidak
diketahui siapa pencurinya, maka faa’ilnyapun dibuang.
3.
Karena
dirahasiakan, seperti contoh: الحِصاَنُ
رُكِبَ “Kuda itu ditunggangi”. Asalnya ialah عَلِيٌ الحصانَ ركب “Ali menunggangi kuda”. Oleh karena ingin merahasiakan
identitas si penunggang kuda, maka lafadz علي dibuang
dan digantikan oleh lafadz الحصان
.
4.
Karena
merasa takut menyebutkannya, seperti contoh: ضُرِبَ
بَكْرُ “Bakar dipukul”. Asalnya ialah ضَرَبَ زَيدٌ بَكرًا “Zaid memukul bakar”. Oleh
karena mutakallim takut kepada zaid, maka tidak menyebut pelakunya.
5.
Karena
ingin menjaga kehormatannya, seperti contoh: عُمِلَ
عَمَلٌ مُنكَر “perbuatan munkar telah dilakukan”.
Pelaku dari perbuatan munkar tersebut tidak disebutkan, karena menjaga
kehormatannya agar tidak tercemar.
Ketika faa’il terbuang, maka maf’ul pun akan menggantikan kedudukannya
dalam segala ketentuan yang berlaku untuk faa’il, semisal keharusan dibaca
rofa’ disembunyikan dari tanda tatsniyah atau jama’ ketika disandarkan kepada
mutsanna atau jama’... dsb. Lafadz-lafadz yang menggantikan kedudukan faa’il
yang terbuang ini disebut naibul faa’il (pengganti faa’il). Sedangkan
lafadz-lafadz yang menggantikan faa’il tidak selalu maf’ul saja, namun masdar, dhorof,
jer majrur juga dapat menggantikannya, seperti contoh : ضُرِبَ عَمرُو “Amr dipukul”.
Asalnya: ضَرَبَ زَيدٌ عَمرًا “Zaid memukul Amr”. Lafadz زيد dibuang, lalu diganti dengan lafadz عمرا yang semula
merupakan maf’ul bih.
فَاِذَا نُفِخَ
فِي الصُورِ نَفْخَةً وَاحِدَةٌ (الحاقة : 13) “ maka manakala
sangkakala ditiup sekali tiup” . Asalnya ialah : فاذا نفخ اِسرَافِيلُ في الصور نفخة واحدة “maka manakala Isrofil meniup sangkakala dengan sekali tiup”.
Lafadz اسرافيل dibuang, lalu digantikan oleh lafadz : نفخة
واحدة yang semula merupakan mashdar
(maf’ul muthlaq).
● Fi’il- Fi’il Yang Disandarkan Kepada Naibul
Fa’il
وَاَولُ الفِعلِ الذِي هُنَا يُضَمٌ ● وَكَسرٌ مَا قَبلَ الاَخِيرِ مُلتَزَم
“Awalnya fi’il di baca dhommah dan huruf sebelum akhir wajib
dikasroh”.
فِي كُل مَاضِي وَهُوَ فِي المُضَارِعِ ● مُنْفَتِحٌ كَيُدَ عَي وَكَادُعِي
“yakni untuk setiap fi’il madhi. Sedangkan fi’il sebelum akhir
untuk fi’il mudhore’ dibaca fathah.
Seperti: يدعي dan ادعي”
واول الفعل الذي كَبَاعاَ ● مُنكَسِرٌ وَهُوَ الذِي قَد شَاعَا
“Sedangkan untuk awalnya fi’il yang
menyamai باعdibaca kasroh menurut lughot
yang masyhur”.
Keterangan
Untuk membedakan antara fi’il yang disandarkan kepada faa’il dan
fi’il yang disandarkan kepada naibul faa’il, maka harokatnya fi’il yang
disandarkan kepada naibul faa’il tersebut dirubah sebagai berikut:
a. Apabila berupa fi’il madhi, maka huruf awalnya dibaca dhommah dan
huruf sebelum akhir dibaca kasroh, seperti contoh: ضرب
“Di pukul”, دحرج “Di
gelundungkan”, ادعي “Di dakwa”. Dan
jika fi’il madhi tersebut ‘ain fi’ilnya berupa hurul illat maka huruf awalnya
dibaca kasroh, seperti contoh: بيع “Di jual”. Asalnya ialahبيع , harakatnya ba’ (fa fi’il) dihilangkan
kemudian kasrohnya ya’ (‘ain fi’il) dipindah pada ba’ , maka jadilahبيع .
b. Apabila berupa fi’il mudhore’ , maka huruf awalnya dibaca dhommah
dan huruf sebelum akhir dibaca fathah, seperti contoh: يفتح “Di buka”, يدعي“Di
Dakwa”, يدحرجو“Di gelundungkan”.
● Naibul Faa’il Isim Dhohir
Dan Isim Dhomir
وَذَاكَ
اِمَا مُضمَرٌ اَو مُظهَرُ ● ثَانِيهِمَا كَيُكرَمُ المُبَشَر
“Naibul faa’il itu ada kalanya berupa isim dhomir atau isim
dhohir. Untuk yang kedua (isim dhohir), seperti contoh : يكرم المبشر“Si pembawa kabar gembira itu dimuliakan”.
اَما
الضَمِيرُ فَهُوَ نَحْوُ قَولِناَ ● دُعِيتُ اُدعَي مَا دُعِي اِلا اَنَا
“Sementara itu untuk naibul fa’il berupa isim dlomir itu seperti
ucapan kita دُعِيتُ, اُدعَي, ما دعي الا انا”.[5]
Keterangan :
نائب الفاعل
|
Naibul Fa’il terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Naibul Faa’il isim
dzahir dan Naibul Faa’il isim dhamir.
Contoh
|
Contoh
|
اسم ظاهر
|
اسم ضمير
|
ضرب زيد
|
ضربت - ضربنا
|
Adapun Naibul fa’il isim dzahir adalah seperti ucapanmu :
1.
زيد ضرب = Zaid sudah dipukul
2.
يضرب زيد = Zaid akan dipukul
3.
اكرم عمرو = Amar sudah dimuliakan
4.
يكرم عمرو = Amar akan dimuliakan
Adapun Naibul Fa’il isim dhamir itu ada dua belas, sebagaimana
ucapanmu :
1.
ضربت = Aku sudah dipukul
2.
ضربنا
= Kita sudah
dipukul
3.
ضربت = Kamu laki-laki sudah dipukul
4.
ضربت = Kamu wanita sudah dipukul
5.
ضربتما
= Kamu berdua sudah
dipukul
6.
ضربتم = Kamu sekalian laki-laki sudah dipukul
7.
ضربتن = Kamu sekalian wanita sudah dipukul
8.
ضرب =
Seorang laki-laki sudah dipukul
9.
ضربت = Seorang wanita sudah dipukul
10.
ضربا = Dua orang laki-laki sudah
dipukul
11.
ضربوا = Laki-laki
banyak sudah dipukul
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Isim-isim
yang dibaca rafa’ itu ada tujuh macam, yaitu : Faa’il, Naibul Faa’il, Mubtada,
Khobar, Isimnya كان , Khobarnya ان , isim-isim yang
mengikuti kepada lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz
yang di Athafkan, taukid atau badal).
2.
Faa’il
menurut lughot memiliki arti : من اوجد الفعل yang artinya “Orang yang mewujudkan
perbuatan”. Sedangkan faa’il menurut istilah ialah : المرفوع المذكور قبله فعله اوما هو في تاءويل
الفعل الاسم yang artinya “Isim yang dirofa’kan oleh fi’il yang disebutkan
sebelumnya atau oleh lafadh yang searti dengan fi’il”. Faa’il dibagi
menjadi 2 yaitu faa’il isim dhohir dan fa’il isim dlomir.
3.
Naibul
faa’il adalah isim yang dibaca rafa’ yang tidak disebutkan faa’ilnya. Kalau faa’ilnya
fi’il madli, maka dibaca dhammah huruf awalnya dan dibaca kasrah huruf sebelum
akhir. Kalau fi’ilnya itu fi’il mudhori’, maka dibaca dhammah huruf awalnya dan
dibaca fathah huruf sebelum akhirnya. Naibul faa’il dibagi menjadi dua yaitu
naibul faa’il isim dzahir dan naibul faa’il isim dzamir.
B.
KRITIK DAN SARAN
Dengan ucapan Alhamdulillaahirobbil ‘Aalamiin, demikian yang dapat
kami sampaikan mengenai makalah ini. Tentunya banyak kesalahan, maka dari itu
penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk
memotivasi kami agar lebih baik kedepannya. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat kepada pembaca dan penulis. Semoga Allah SWT memberikan pemahaman
dan kemanfaatan kepada kita. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imrithy , Syeikh Syarafuddin Yahya, Terjemah Imrithy,
(Tuban : Al-Balagh)
Sa’id , M Ridlwan Qoyyum, Ilmu Nahwu, (Kediri : Mitra
Gayatri)
Sunarto, Achmad, Ilmu Nahwu Tingkat Dasar, (Surabaya : Al-Miftah)
[1] M Ridlwan
Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, (Kediri : Mitra Gayatri) hlm. 90
[2] Syeikh
Syarafuddin Yahya Al-Imrithy, Terjemah Imrithy, (Tuban : Al-Balagh)
hlm.59
[3] M Ridlwan
Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm. 91-93
[4] M Ridlwan
Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm. 93-97
[5] M Ridlwan
Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm. 97-100
[6] Achmad
Sunarto, Ilmu Nahwu Tingkat Dasar, (Surabaya : Al-Miftah) hlm. 67-69
Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusFind the cheapest and 진주 출장마사지 quickest ways 경상남도 출장마사지 to get from Borgata Hotel Casino & 제천 출장마사지 Spa in Atlantic City to Harrah's Ak-Chin 익산 출장샵 Casino and Resort. 천안 출장안마