Selasa, 08 Mei 2018

MARFU’ATUL ASMA’ (Faa’il dan Naibul Fa’il



MAKALAH

Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

BMK

Dosen Pengampu mata kuliah :

Khotimah Suryani, M.Pd.I


        Di susun oleh :

1.      Lu’luul Mufarikhah

2.      M. Thohir Affandi

3.      Zuhrotus Sholihah



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM (UNISDA) LAMONGAN

April, 2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamin puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala taufiq, hidayah serta inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MARFU’ATUL ASMA’ (Faa’il dan Naibul Faa’il)” ini, guna memenuhi tugas mata kuliah BMK.

Shalawat dan salam tetap tercurahkan pada revolusioner dunia, junjungan kita baginda Nabi besar Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabat-sahabat beliau yang telah memberikan kita petunjuk dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yang berupa Addinul Islam. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khotimah Suryani, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah BMK yang telah membimbing dan mengarahkan kami, dan kepada semua pihak atas terselesaikannya makalah ini.

Makalah  ini masih belum sempurnah. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini, dengan harapan  makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua. Amiin.





                                                                                    Lamongan, 25 Februari 2018



    Penulis









BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Isim-isim yang dibaca rafa’ merupakan salah satu pembahasan dalam Nahwu yang sangat penting. Dalam pembahasan kitab Nahwu istilah ini dikenal dengan Marfu’atul Asma’.

Kalimat isim yang dibaca rofa’ mempunyai bagian masing-masing yang jumlahnya ada tujuh, yaitu :  Faa’il, Naibul Faa’il, Mubtada, Khobar, Isimnya كان , Khobarnya ان , isim-isim yang mengikuti kepada lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz yang di Athafkan, taukid atau badal). Tetapi perlu penulis tegaskan, bahwa disini penulis hanya akan sedikit memaparkan pembagian Marfu’atul Asma’ yang Faa’il dan Naibul Faa’il saja.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana pengertian dan macam-macam Marfu’atul Asma’ ?

2.      Bagaimana pengertian Faa’il ?

3.      Bagaimana pengertian Naibul Faa’il ?

C.    TUJUAN

1.         Mengetahui pengertian dan macam-macam Marfu’atul Asma’.

2.         Mengetahui pengertian Faa’il.

3.         Mengetahui pengertian Naibul Faa’il.















BAB II

PEMBAHASAN

A.    MARFU’ATUL ASMA’

مرفوع الاسماءسبعة ناءتي بها  ● معلومة الاسماء من تبويبها

Isim-isim yang dibaca rafa’ itu ada tujuh yang akan diketahui pada bab-babnya”

فالفاعل اسم مطلقا قدارتفع  ● بفعله والفعل قبله وقع

Faa’il  adalah isim yang dirofa’kan oleh fi’ilnya secara mutlak. Sedangkan fi’il itu berada sebelumnya faa’il ”

Keterangan :

Isim-isim yang dibaca rafa’ itu ada tujuh macam, yaitu : Faa’il, Naibul Faa’il, Mubtada, Khobar, Isimnya كان , Khobarnya ان , isim-isim yang mengikuti kepada lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz yang di Athafkan, taukid atau badal). Seperti yang sudah penulis jelaskan pada bab latar belakang, bahwa disini penulis hanya akan sedikit menjelaskan mengenai Faa’il dan Naibul Faa’il saja.

B.  FAA’IL

        Bagian pertama dari isim yang dibaca rofa’ adalah faa’il. Faa’il menurut lughot memiliki arti : من اوجد الفعل    yang artinya “Orang yang mewujudkan perbuatan”. Sedangkan faa’il menurut istilah ialah :  المرفوع المذكور قبله فعله اوما هو في تاءويل الفعل  الاسم  yang artinya Isim yang dirofa’kan oleh fi’il yang disebutkan sebelumnya atau oleh lafadh yang searti dengan fi’il ”.[1] Faa’il disini bisa berupa isim shorih dan isim muawwal, yang penjelasannya sebagai berikut :

1.      Isim shorih, yaitu isim yang jelas sifat ke isimannya. Contoh : ضرب زيد  .

2.      Isim muawwal, yaitu isim yang masih dibutuhkan pena’wilan atas sifat ke-isimannya. Seperti susunanمصدريه  ان beserta fi’il yang dimasukinya atau ان beserta isim dan khobarnya.  Contoh :  ان يضرب زيدعجبنيا
maksudnya اعجبني ضرب زيد . [2]

● ‘Aamil yang merofa’kan faa’il disini bisa berupa :

1.      Fi’il, seperti contoh diatas.

2.      Isim fa’il, seperti contoh : شراب مختلف الوانه فيه شفاء للناس yang artinya : “Minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia”. Lafadz  الوانه merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh isim faa’il, yaitu lafadz مختلف rofa’nya ditandai dengan dhommah.

3.      Isim sifat musyabbihat, seperti contoh : وجهه حسن yang berarti “Tampan wajahnya”. Lafadz  وجههmerupakan faa’il yang dirofa’kan oleh isim sifat musyabbihat yaitu lafadz : حسن, rofa’nya ditandai dengan dhommah.

4.      Mashdar, seperti contoh : ولولا دفع الله بعضهم ببعض لفسد الارض  (البقره :251 )  yang artinya “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini”. Lafadz الله merupakan faa’il yang mahallnya dirofa’kan oleh mashdar, yaitu lafadz : دفع.

5.      Isim fi’il, seperti contoh : هيهات العقيق yang artinya “Jauh sekali jurang ‘Aqiiq itu”. Lafadz العقيق merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh isim fi’il, yaitu lafadz : هيهات yang rofa’nya ditandai dengan dhommah.

6.      Amtsilah al-mubaalaghoh, seperti contoh :  زيداضراب  yang artinya “Adakah Zaed banyak memukul ? ”. lafadz زيد merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh amtsilah al-mubaalaghoh yaitu lafadz ضراب , rofa’nya ditandai dengan dhommah.

7.      Isim tafdliil, seperti contoh : رايت رجلا احسن في عينه الكحل منه في عين زيد  ما  yang artinya “Aku belum pernah melihat seorang lalaki pun yang celak matanya lebih indah dari pada yang terdapat pada mata Zaed”. Lafadz  الكحل merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh isim tafdliil, yaitu lafadz احسن, rofa’nya ditandai dengan dhommah.

8.      Adh-Dhorf, seperti contoh : ( عنده علم الكتاب (الرعد : 43ومن  yang artinya “Dan antara orang yang mempunyai ilmu al-Kitab”. Lafadz  علم merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh adh-Dhorf, yaitu lafadz عنده, rofa’nya ditandai dengan dhommah.

9.      Jarr majruur, seperti contoh : افي الله شك  yang artinya “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah ?”. lafadz شك merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh jarr majruur, yaitu lafadz في الله ,rofa’nya ditandai dengan Dhommah.

● Sementara itu faa’il itu dilihat dari keadaan rofa’nya terbagi menjadi tiga macam:

1.      Rofa’ secara lafdhon (nampak tanpa ucapan). Seperti contoh : قال الله . lafadz الله dibaca rafa’ sebagai faa’il, ‘aamil yang merofa’kan ialah fi’il maadhi قال. rofa’nya ditandai dengan dhommah yang nampak dalam ucapan.

2.      Rofa’ secara taqdiiron (dikira-kirakan). Seperti contoh :  الفتي جاء . lafadz الفتي  dibaca rafa’ sebagai faa’il, ‘aamil yang merofa’kan ialah fi’il madhi جاء, rofa’nya ditandai dengan dhommah yang dikira-kirakan. Sebab alif yang menjadi akhiran tidak bisa menerima harakat.

·         Rofa’ secara mahallan. Seperti contoh : (  الذي عنده علم من الكتاب (النمل :40قال . yang artinya “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kuttab”. Lafadz الذي disini merupakan faa’il yang dirofa’kan oleh fi’il madhi قال, pada contoh ini yang dirofa’kan adalah mahallnya, bukan lafadznya. Karena lafadz الذي ini merupakan isim maushul yang mabni (tidak menerima perubahan i’rob). [3]

  Fi’il Yang Disandarkan Kepada Fa’il

وَوَاجِبٌ فى الفِعلِ اَن يُجَردَا    اِذَا لِجَمعِ أَو مُثَنى أُسنِدَا

Fi’il itu wajib disepikan (dari tanda tasniyah dan jama’), apabila disandarkan pada jama’ dan mutsanna”,

كَجَاء زيدٌ ويَجِى أخُونَا  َ  فَقُل أَتَى الزَيدَانِ والزيدُون

Maka katakanlah أتى الزيدان والزيدون  sebagaimana engkau mengucapkan :

ويجى أخونا جاءزيد





Keterangan :

            Fi’il itu ketika disandarkan kepada Faa’il mufrod, maka harus tanda tasniyah maupun jama’, seperti contoh : أتى زيدٌ   (telah datang Zaid), أَتَت فاطمة  (telah datang Fatimah).

            Demikian pula ketika disandarkan kepada Faa’il Jama’ atau Mutsanna, maka wajib disepikan dari tanda jama’ atau tatsniyyah, seperti contoh : أتى الزيدان   (Telah datang dua zaid). Tidak boleh dipasang tanda tatsniyyah , semisal diucapkan أتيَا الزيدَانِ  , أتى الزيدون  (Telah datang beberapa Zaid), tidak boleh dipasang tanda jama’, semisal diucapkan أتوا الزيدون  , أتيت الفاطمتان   (Telah datang dua Fatimah), tidak boleh dipasang tanda tatsniyyah , semisal diucapkan أتيتا الفاطمتان  . أتت الفاطمات  (Telah datang beberapa Fatimah), tidak boleh dipasang tanda jama’, semisal diucapkan أتين الفاطمات  , يأتى الزيدان   (Akan datang dua Zaid), tidak boleh dipasang tanda tatsniyyah, semisal diucapkan يأتيان الزيدان  , يأتى الزيدون  (Akan datang beberapa Zaid), tidak boleh dipasang tanda jama’, semisal diucapkan يأتون الزيدون , تأتى الفاطمتان (Akan datang dua Fatimah), tidak boleh dipasang tanda tatsniyyah, semisal diucapkan تأتيان الفاطمتان , تاتى الفاطمات   (Akan datang beberapa Fatimah), tidak boleh dipadang tanda jama’, semisal diucapkan يَأتِيَنِ الفاطمات  .

  Fa’il Isim Dhohir Dan Fa’il Isim Dlomir

وَقَسمُوهُ ظَاهِرًا وَمُضمَرٌا       فَالظَاهِرُ اللفظ الذى قَد ذُكِرَا

Para ulama membagi Faa’il  menjadi : Faa’il isim dhohir dan Faa’il isim dlomir . Faa’il isim dhohir adalah Faa’il yang lafadznya di tuturkan”.

                                                والمضمرُ اثنَا عَشَرَ نوعًا قِسمًا    كَقُمتُ قُمنَاقُمتَ قمتِ قمتُمَا

Faa’il isim dlomir itu ada dua belas macam, seperti : قمتما , قمت , قمت ,قمنا , قمت  

                                                قُمتُن قُمتُم قَامَ فَامَت قَامَا       قَامُوا وَقُمنَ نحوُ صُمتُم عَامًا

قمن , قاموا, قاما , قامت , قام  ,قمتم,  قمتمن dan seperti lafadh : صمتم عمام

                                                وَهذه ضَمَائِرٌ مُنصِلَة     وَمِثلُهَا الضَامَائِر المُنفَصِلَة

Ini adalah contoh-contoh dari dlomir muttashil. Adapun dhomir munfashil itu menyamai dlomir muttasil (ada 12 macam )

كَالَم يَقُم اِلا اَناَ وَاَنتُم     وَغير ذَينِ بِلقِياَس يُعلمُ

Seperti contoh : لم يقم الا انا وانتم, sedangkan untuk selain contoh diatas tinggal meng-qiyaskan ( menyamakan)”.

Keterangan :

            Fa’il dilihat dari wujudnya terbagi menjadi dua macam :

1.      Fa’il isim dhohir

Faa’il isim dhohir adalah faa’il yang disebutkan secara langsung dalam ucapan, seperti contoh : جاء زيد  ( Telah datang Zaid ). Lafadh : زيد di sini merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk mufrod mudzakkar ( kata tunggal laki-laki ). جاءت هند ( Telah datang Hindun ). Lafadh : هند  merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk mufrod muannas ( kata tunggal perempuan ). جاء الزيدان  ( Telah datang dua Zaid ). Lafadh : الزيدان di sini merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk Mutsanna Mudzakkar ( dua orang laki-laki ). جاءت الهندان  ( Telah datang dua Hindun ). Lafadz : الهندان di sini merupaka faa’il isim dhohir dalam bentuk mutsanna muannas ( dua orang perempuan ), جاء المسلمون  ( Telah datang orang-orang islam ). Lafadz : المسلمون   di sini Merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ mudzakkar salim ( Beberapa laki-laki ), جاءت الهندات   ( Telah datang beberapa Hindun ). Lafadz :  الهندات    di sini  Merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ muannas ( beberapa orang perempuan), جاء الرجال   ( Telah datang beberapa laki-laki ). Lafadz :  الرجال di sini Merupakan faa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ taksir mudzakkar ( beberapa orang Laki-laki ). جاءت الهنود  ( Telah datang beberapa Hindun ).  Lafadz :   الهنود  di sini merupakan fa’il isim dhohir dalam bentuk jama’ taksir muannas ( beberapa Hindun ).

Menurut lughot qolilah ( bahasa yang  jarang dipakai ), ketika suatu fi’il disandarkan kepada isim mutsanna atau jama’, maka wajib dipasang tanda tatsniyyah atau jama’ , seperti contoh : نصروك قومي   ( kaumku telah menolongmu). Lafadz :  نصر   dipasang tanda jama’ (wawu), karna disandarkan pada faa’il jama’, yaitu lafadz قومي  . يتعاقبون فيكم ملا ئكة بالليل   para malaikat bergiliran mendatangimu di malam hari”. Lafadz :  يتعاقبون     di pasang tanda jama’ (wawu) , karna disandarkan pada faa’il jama’ , yaitu lafadz : ملا ئكة .

2.      Fa’il Isim Dlomir

Pengertian faa’il isim dlomir di sini ialah : ما كني عن الظاهر اختصارا  sesuatu yang digunakan untuk menyamarkan isim dhohir dengan tujuan meringkas”. Semisal : زيد ذهب  di dalamnya tersimpan dlomir mustatir : هو  yang menggantikan lafadz :   زيد , sebab asalnya ialah : زيد ذهب زيد .

Fa’il isim dlomir itu terbagi menjadi dua macam :

1.      Dlomir muttashil,  Seperti contoh :

قام (Berdiri dia satu orang laki-laki). Fa’ilnya ialah dlomir : هو  yang dikira-kirakan.

قاما    (Berdiri mereka dua orang laki-laki) . Fa’ilnya adalah Dlomir Alif.

قاموا    (Berdiri mereka para laki-laki) . Fa’ilnya adalah Dlomir Wawu.

قامت (Berdiri dia satu orang perempuan) . Fa’ilnya adalah dlomir : هي yang di kira-kirakan.

قامتا (Berdiri mereka dua orang perempuan). Fa’ilnya adalah Dlomir Alif

قمن (berdiri mereka para perempuan) fa’ilnya adalah dlomir nun.

قمت  ( Berdiri kamu satu orang laki-laki) Fa’ilnya adalah Dlomir Ta’.

قمتما  ( Berdiri  kalian dua orang laki-laki ) . Fa’ilnya adalah dlomir Ta’.

 قمتم (Berdiri kalian para laki-laki ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.

 قمت (Berdiri kamu satu orang perempuan ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.

 قمتما ( Berdiri kalian dua orang perempuan ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.

قمتن  ( Berdiri kalian para perempuan ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.

قمت   ( Berdiri Aku/Saya ) . Fa’ilnya adalah dlomir ta’.

قمنا   ( Berdiri kita/kami ) . Fa’ilnya adalah dlomir نا .

2.      Dlomir Munfasil

Macamnya juga ada dua belas, sebagaimana dlomir muttasil, seperti contoh :

لم يقم الا هو    ( Tidak ada yang berdiri kecuali dia satu orang laki-laki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir :  هو.

لم بقم الا هما ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka dua orang laki-laki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هما.

لم يقم الا هم    ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka para lelaki ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هم.

لم يقم الا هي ( Tidak ada yang berdiri kecuali dia satu orang perempuan ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هي.

لم يقم الا هما   ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka dua orang perempuan). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir : هما.

 لم يقم الا هن ( Tidak ada yang berdiri kecuali mereka para perempuan ). Yang menjadi Faa’il di sini adalah dlomir :  هن.

لم يقم الا انت (tidak ada yang berdiri kecuali kamu satu orang laki-laki). Yang menjadi faa’il disini adalah dlomir انت.      

لم يقم الا  انتما (tidak ada yang berdiri kecuali kamu dua orang laki-laki). Yang menjadi faa’il disini adalah dlomir  انتما.

لم يقم الا انتم (tidak ada yang berdiri kecuali kamu para lelaki). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir  انتم.

لم يقم الا انت (tidak ada yang berdiri kecuali kamu satu orang perempuan). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir  انت.

لم يقم الا انتما (tidak ada yang berdiri kecuali kamu dua orang perempuan). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir  انتما.

لم يقم الا انتن  (tidak ada yang berdiri kecuali kamu para perempuan). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir   انتن.

لم يقم الا انا (tidak ada yang berdiri kecuali aku/saya). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir  انا.

لم يقم الا نحن  (tidak ada yang berdiri kecuali kita/kami). Yang menjadi Faa’il disini adalah dlomir  نحن.[4]



A.    NAIBUL FA’IL

اَقِم مُقاَمَ الفاَعِلِ الٌذِي حُذِف    مَفعُولَهُ فِي كُل ماَلَهُ عُرِفْ

Tempatkanlah maf’ul bih menggantikan kedudukan faa’il yang dibuang, dalam semua hukum yang dimiliki faa’il”.

اَومَصدَرًا اَوظَرفاً اَو مَجرُورًا ● اِن َلم تَجِد مَفعُولَه ُاَلمَذكُوَرا

“..atau masdar, dhorof, atau jer majrur, apabila engkau tidak menjumpai maf’ul bihnya”.

Keterangan :

Faa’il itu sering kali dibuang untuk alasan-alasan tertentu, antara lain:

1.      Karena sudah dianggap ma’lum ,seperti contoh: وَخُلِقَ الاِ نسَانُ ضَعِيفًا  Dan manusia dijadikan  bersifat lemah”. Asalnya ialah وخلق الله الانسان ضعيفا Allah menjadikan manusia bersifat lemah”. Lafadz  الله  dibuang karena sudah dianggap maklum, lalu lafadz الانسان menggantikan kedudukannya (menjadi naibul faail).

2.      Karena tidak diketahui, seperti contoh: سُرِقَ البَيتُ   Rumah itu dicuri”. Oleh karena tidak diketahui siapa pencurinya, maka faa’ilnyapun dibuang.

3.      Karena dirahasiakan, seperti contoh: الحِصاَنُ  رُكِبَ  Kuda itu ditunggangi”. Asalnya ialah  عَلِيٌ الحصانَ  ركبAli menunggangi kuda”. Oleh karena ingin merahasiakan identitas si penunggang kuda, maka lafadz  علي dibuang dan digantikan oleh lafadz الحصان .

4.      Karena merasa takut menyebutkannya, seperti contoh: ضُرِبَ بَكْرُBakar dipukul”. Asalnya ialah ضَرَبَ زَيدٌ بَكرًا  Zaid memukul bakar”. Oleh karena mutakallim takut kepada zaid, maka tidak menyebut pelakunya.

5.      Karena ingin menjaga kehormatannya, seperti contoh: عُمِلَ عَمَلٌ مُنكَرperbuatan munkar telah dilakukan”. Pelaku dari perbuatan munkar tersebut tidak disebutkan, karena menjaga kehormatannya agar tidak tercemar.

Ketika faa’il terbuang, maka maf’ul pun akan menggantikan kedudukannya dalam segala ketentuan yang berlaku untuk faa’il, semisal keharusan dibaca rofa’ disembunyikan dari tanda tatsniyah atau jama’ ketika disandarkan kepada mutsanna atau jama’... dsb. Lafadz-lafadz yang menggantikan kedudukan faa’il yang terbuang ini disebut naibul faa’il (pengganti faa’il). Sedangkan lafadz-lafadz yang menggantikan faa’il tidak selalu maf’ul saja, namun masdar, dhorof, jer majrur juga dapat menggantikannya, seperti contoh : ضُرِبَ عَمرُو Amr dipukul”. Asalnya: ضَرَبَ زَيدٌ عَمرًا Zaid memukul Amr”. Lafadz زيد  dibuang, lalu diganti dengan lafadz عمرا yang semula merupakan maf’ul bih.

فَاِذَا نُفِخَ فِي الصُورِ نَفْخَةً وَاحِدَةٌ (الحاقة : 13)   maka manakala sangkakala ditiup sekali tiup” . Asalnya ialah : فاذا نفخ اِسرَافِيلُ في الصور نفخة واحدة maka manakala Isrofil meniup sangkakala dengan sekali tiup”. Lafadz اسرافيل dibuang, lalu digantikan oleh lafadz : نفخة واحدة yang semula merupakan mashdar (maf’ul muthlaq).

  Fi’il- Fi’il Yang Disandarkan Kepada Naibul Fa’il

وَاَولُ الفِعلِ الذِي هُنَا يُضَمٌ ● وَكَسرٌ مَا قَبلَ الاَخِيرِ مُلتَزَم

Awalnya fi’il di baca dhommah dan huruf sebelum akhir wajib dikasroh”.

فِي كُل مَاضِي وَهُوَ فِي المُضَارِعِ ● مُنْفَتِحٌ كَيُدَ عَي وَكَادُعِي

yakni untuk setiap fi’il madhi. Sedangkan fi’il sebelum akhir untuk fi’il mudhore’ dibaca fathah.  Seperti: يدعي dan ادعي

واول الفعل الذي كَبَاعاَ ● مُنكَسِرٌ وَهُوَ الذِي قَد شَاعَا

 Sedangkan untuk awalnya fi’il yang menyamai  باعdibaca kasroh menurut lughot yang masyhur”.

Keterangan

Untuk membedakan antara fi’il yang disandarkan kepada faa’il dan fi’il yang disandarkan kepada naibul faa’il, maka harokatnya fi’il yang disandarkan kepada naibul faa’il tersebut dirubah sebagai berikut:

a.       Apabila berupa fi’il madhi, maka huruf awalnya dibaca dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca kasroh, seperti contoh: ضربDi pukul”, دحرج Di gelundungkan”, ادعيDi dakwa”. Dan jika fi’il madhi tersebut ‘ain fi’ilnya berupa hurul illat maka huruf awalnya dibaca kasroh,  seperti contoh: بيع Di jual”. Asalnya ialahبيع , harakatnya ba’ (fa fi’il) dihilangkan kemudian kasrohnya ya’ (‘ain fi’il) dipindah pada ba’ , maka jadilahبيع .

b.      Apabila berupa fi’il mudhore’ , maka huruf awalnya dibaca dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca fathah, seperti contoh: يفتحDi buka”,  يدعيDi Dakwa”,  يدحرجوDi gelundungkan”.

  Naibul Faa’il Isim Dhohir Dan Isim Dhomir

وَذَاكَ اِمَا مُضمَرٌ اَو مُظهَرُ ● ثَانِيهِمَا كَيُكرَمُ المُبَشَر

Naibul faa’il itu ada kalanya berupa isim dhomir atau isim dhohir. Untuk yang kedua (isim dhohir), seperti contoh : يكرم المبشر“Si pembawa kabar gembira itu dimuliakan”.

اَما الضَمِيرُ فَهُوَ نَحْوُ قَولِناَ ● دُعِيتُ اُدعَي مَا دُعِي اِلا اَنَا

Sementara itu untuk naibul fa’il berupa isim dlomir itu seperti ucapan kita دُعِيتُ, اُدعَي, ما دعي الا انا”.[5]

Keterangan :

نائب الفاعل
Naibul Fa’il terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Naibul Faa’il isim dzahir dan Naibul Faa’il isim dhamir.

 Contoh
Contoh
اسم ظاهر
اسم ضمير







ضرب زيد
ضربت - ضربنا



Adapun Naibul fa’il isim dzahir adalah seperti ucapanmu :

1.       زيد ضرب           = Zaid sudah dipukul

2.      يضرب زيد           = Zaid akan dipukul

3.      اكرم عمرو          = Amar sudah dimuliakan

4.      يكرم عمرو          = Amar akan dimuliakan

Adapun Naibul Fa’il isim dhamir itu ada dua belas, sebagaimana ucapanmu :

1.       ضربت               = Aku sudah dipukul

2.       ضربنا                           = Kita sudah dipukul

3.        ضربت              = Kamu laki-laki sudah dipukul

4.        ضربت              = Kamu wanita sudah dipukul

5.       ضربتما              = Kamu berdua sudah dipukul

6.       ضربتم               = Kamu sekalian laki-laki sudah dipukul

7.        ضربتن             = Kamu sekalian wanita sudah dipukul

8.       ضرب               = Seorang laki-laki sudah dipukul

9.        ضربت              = Seorang wanita sudah dipukul

10.   ضربا                = Dua orang laki-laki sudah dipukul

11.   ضربوا               = Laki-laki banyak sudah dipukul

12.  ضربن                = Wanita banyak sudah dipukul. [6]











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.      Isim-isim yang dibaca rafa’ itu ada tujuh macam, yaitu : Faa’il, Naibul Faa’il, Mubtada, Khobar, Isimnya كان , Khobarnya ان , isim-isim yang mengikuti kepada lafadz-lafadz yang dibaca rafa’ (bisa berupa : Na’at, lafadz yang di Athafkan, taukid atau badal).

2.      Faa’il menurut lughot memiliki arti : من اوجد الفعل    yang artinya “Orang yang mewujudkan perbuatan”. Sedangkan faa’il menurut istilah ialah :  المرفوع المذكور قبله فعله اوما هو في تاءويل الفعل  الاسم  yang artinya Isim yang dirofa’kan oleh fi’il yang disebutkan sebelumnya atau oleh lafadh yang searti dengan fi’il”. Faa’il dibagi menjadi 2 yaitu faa’il isim dhohir dan fa’il isim dlomir.

3.      Naibul faa’il adalah isim yang dibaca rafa’ yang tidak disebutkan faa’ilnya. Kalau faa’ilnya fi’il madli, maka dibaca dhammah huruf awalnya dan dibaca kasrah huruf sebelum akhir. Kalau fi’ilnya itu fi’il mudhori’, maka dibaca dhammah huruf awalnya dan dibaca fathah huruf sebelum akhirnya. Naibul faa’il dibagi menjadi dua yaitu naibul faa’il isim dzahir dan naibul faa’il isim dzamir.

B.     KRITIK DAN SARAN

Dengan ucapan Alhamdulillaahirobbil ‘Aalamiin, demikian yang dapat kami sampaikan mengenai makalah ini. Tentunya banyak kesalahan, maka dari itu penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk memotivasi kami agar lebih baik kedepannya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat kepada pembaca dan penulis. Semoga Allah SWT memberikan pemahaman dan kemanfaatan kepada kita. Aamiin.





DAFTAR PUSTAKA

Al-Imrithy , Syeikh Syarafuddin Yahya, Terjemah Imrithy, (Tuban : Al-Balagh)

Sa’id , M Ridlwan Qoyyum, Ilmu Nahwu, (Kediri : Mitra Gayatri)

Sunarto, Achmad, Ilmu Nahwu Tingkat Dasar, (Surabaya : Al-Miftah)





[1] M Ridlwan Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, (Kediri : Mitra Gayatri) hlm. 90
[2] Syeikh Syarafuddin Yahya Al-Imrithy, Terjemah Imrithy, (Tuban : Al-Balagh) hlm.59
[3] M Ridlwan Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm. 91-93
[4] M Ridlwan Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm. 93-97
[5] M Ridlwan Qoyyum Sa’id, Ilmu Nahwu, ... hlm.  97-100
[6] Achmad Sunarto, Ilmu Nahwu Tingkat Dasar, (Surabaya : Al-Miftah) hlm. 67-69